Minggu, 06 Mei 2012

Lean Thinking Persediaan (Inventory)

Kasus:

Sebuah rumah sakit besar memiliki masalah dengan persediaan farmasinya.  Obat-obatan yang diperlukan sering kali kosong, Namun di sisi lain, banyak juga obat-obatan dan alat kesehatan lain yang persediaannya menumpuk.  Akibat jarang dipakai, akhirnya kadaluwarsa atau rusak.  Padahal, mereka sudah memakai Hospital Information System.

Setiap kali hendak melakukan pengadaan obat/alkes rutin, staf selalu dihadapkan pada masalah berikut:
  1. Obat/alat kesehatan apa yang perlu dipesan sekarang?
  2. Kalau tidak dipesan sekarang, apakah persediaannya cukup?
  3.  Jika dipesan sekarang, berapa banyak harus dipesan?
  4. Kemana obat/alat kesehatan itu dipesan?
Karena banyaknya detail yang harus ditentukan berkaitan dengan pengadaan itu, aktifitas pengadaan ditangani seorang staf khusus. Dia sudah berpengalaman dan mengerti seluk-beluk pengadaan.  Dengan pengalamannya, dia bisa memperkirakan kebutuhan suatu barang, berapa banyak, kemana dipesan, dan lain-lain. Tapi akibatnya, jika staf itu berhalangan hadir karena satu dan lain hal, maka proses pengadaan menjadi berantakan.  Karena tidak ada orang lain yang punya kemampuan yang sama dengan staf itu.

Selain itu, demi keteraturan kerja, pihak pembelian menetapkan bahwa proses pembelian hanya dilakukan dua kali seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Jumat.  Dan setiap unit hanya boleh melakukan pemesanan seminggu sekali.  Akibat pembatasan itu, semua unit yang hendak memesan barang berupaya agar persediaan barangnya cukup sampai periode pembelian berikutnya.  Jadi, walaupun suatu barang masih tersedia di gudang, mereka tetap memesan karena khawatir barangnya habis sebelum periode pemesanan berikutnya tiba. Atau, sering juga terjadi, suatu barang dipesan hanya karena periode pemesanannya sudah tiba. Dan jumlah yang dipesan hanya berdasarkan kebiasaan, tidak lagi dilihat masih berapa banyak kah barang tersebut tersisa di gudang. Akibatnya, jumlah barang yang dipesan seringkali melebihi dari yang dibutuhkan.  Dan makin lama gudang makin penuh sesak dengan barang.  Pengaturan penempatan barang pun menjadi sulit.  Karena keterbatasan tempat, barang disimpan di sembarang tempat yang masih lowong, tidak lagi berdasarkan kategorinya.

Namun demikian, problem ketersediaan barang masih juga terjadi.  Akibat proses pengadaan yang berdasarkan ‘kira-kira’, masih ada saja barang yang lupa di pesan, atau dipesan kurang dari yang dibutuhkan, atau trend kebutuhannya meningkat pada masa tertentu.  Akibatnya, sebelum waktu pemesanan tiba, barang sudah habis.  Proses pemesanan barang ‘cito’ pun terus terjadi di luar waktu pemesanan regular.  Akibatnya, walaupun sudah ditetapkan waktu pemesanan adalah Selasa dan Jumat, setiap hari ada saja barang yang dipesan.  Dan jenis serta jumlahnya makin lama makin banyak.

Rupanya masalah yang dihadapi gudang farmasi juga dialami oleh gudang-gudang lain, seperti gudang umum dan gudang housekeeping.  Mereka mempunyai problem persediaan yang sama dengan farmasi, walaupun jenis barang yang mereka kelola tentu saja berbeda dengan farmasi.

Solusi:
Kondisi di atas adalah kondisi klasik di setiap gudang, tidak terkecuali jenis gudang apakah itu.  Penyebabnya bermula dari konsep berfikir.  Pada kasus di atas, konsep berfikir yang dipakai adalah konsep ‘push’ atau ‘dorong’.  Suatu barang diadakan dan disimpan untuk berjaga-jaga agar jangan sampai barang itu habis atau tidak ada ketika dibutuhkan.  Dasar pengadaannya adalah ‘forecasting’ atau ‘memperkirakan’ apa yang akan terjadi di depan. Karena apa yang terjadi di depan belum pasti, maka jenis dan jumlah barang yang diadakan juga tidak pasti.  Sehingga, yang dilakukan adalah aktifitas menumpuk barang.  Dan agar aman, jumlah dan jenisnya dilebihkan.

Berbeda dengan konsep ‘pull’ atau ‘tarik’.  Suatu barang diadakan untuk memenuhi permintaan  jenis dan jumlah barang tertentu yang nyata-nyata dibutuhkan.  Dasar pengadaannya adalah kebutuhan riil. Karena kebutuhan riil, maka jenis dan jumlah barang yang diadakan pasti.  Tidak kurang, dan tidak lebih.  Juga, barang tidak akan diadakan jika tidak diminta.

Perhatikan dan bandingkan dua contoh di bawah ini:
  1. Air minum kemasan satu gallon penuh disiapkan untuk berjaga-jaga kalau ada tamu yang datang dan membutuhkan minum.  Biasanya air satu gallon tidak akan kurang untuk memenuhi kebutuhan minum tamu.
  2. Air minum kemasan gelas disiapkan sebanyak 25 buah untuk disajikan kepada 25 orang tamu yang akan datang sebentar lagi, yang sudah memesan masing-masing satu gelas.
Dua contoh di atas sangat jelas menggambarkan perbedaan konsep berfikir antara ‘push’ (nomor 1) dengan ‘pull’ (nomor 2).

Dengan kata lain, konsep ‘pull’ memberikan kepada kita kemampuan untuk mengadakan barang tertentu dengan jumlah tertentu tepat pada waktu yang telah ditentukan.  Inilah yang disebut dengan ‘Just in Time’.  Karena konsep ini begitu jelas dan gamblang, maka siapapun staf yang berada pada posisi pengadaan dapat melakukannya, dan tidak tergantung pada staf dengan kemampuan tertentu.  Bahkan, siapapun selama dia tidak buta huruf dapat melakukannya.

Secara lebih detail, manfaat yang kita peroleh jika kita menerapkan just in time pada persediaan (inventory) adalah:
  1. Menurunkan inventory.
  2. Menurunkan kebutuhan ruang penyimpanan.
  3. Menghindari stock-outs (barang kosong).
  4. Menghindari barang rusak/kadaluwarsa.
  5. Menurunkan beban kerja di gudang.
  6. Menurunkan biaya keseluruhan.
  7. Meningkatkan mutu.

Namun, apakah mungkin konsep itu diterapkan dalam kehidupan nyata? Jawabannya bukan hanya mungkin, tapi pasti bisa.  Mengapa? Karena hal ini sudah lama diterapkan di supermarket dan dunia industri manufaktur.  Bayangkan berapa banyak jenis dan jumlah barang yang ada di supermarket.  Juga, bayangkan berapa banyak jenis dan jumlah barang yang dibutuhkan untuk membuat sebuah mobil.  Jika supermarket dan industri manufaktur yang jenis dan jumlah barangnya jauh lebih besar dari rumah sakit saja dapat menerapkan, mengapa rumah sakit tidak?

Untuk menerapkan ‘just in time’ persediaan (inventory) ini, dibutuhkan satu alat bantu yang disebut ‘Kanban’.  Apa itu Kanban?  Mengingat penjelasan tentang Kanban ini cukup panjang, saya akan membahasnya dalam posting terpisah dengan judul Kanban Inventory

Tidak ada komentar:

Posting Komentar